27 May 2008

ANDAI AKU RAKYAT, ANDAI AKU PRESIDEN


Oleh : Mtt_Qeen

Pengumuman kenaikan BBM yang dilakukan oleh pemerintah beberapa hari yang lalu ternyata memiliki imbas yang sangat besar terhadap gejolak kehidupan masyarakat di Indonesia. Mulai dari aksi penolakan dari berbagai elemen masyarakat yang berbuntut kisruh, penetapan tarif sepihak oleh angkutan-angkutan umum, hingga muncul argumen-argumen panas perihal BLT oleh salah satu elit politik yang membawa jargon kepala banteng dalam sebuah pertemuan partainya.

Hal-hal seperti ini menurut saya adalah suatu yang tidak asing lagi untuk di lihat dan dinikmati oleh mata telanjang. Karena sejauh perjalanan perpolitikan bangsa, ketika BBM itu dinaikkan, pasti akan terjadi berbagai pergolakan dari elemen masyarakat, terutama mahasiswa, dengan membawa bendera politiknya dan atas nama rakyat mereka akan melakukan aksi demontrasi, turun ke jalan-jalan. Dan tidak jarang pula aksi-aksi mereka ternyata membuat problem baru di jalur lain.

Dampak kenaikan minyak mentah dunia ini juga dirasakan di berbagai belahan dunia, contohnya Myanmar, Filipina, mereka disamping menuntut kenaikan BBM juga sedang mengalami krisis pangan yang berimbas bertambahnya angka kemiskinan. Ini memberikan indikasi bahwa kasus yang melanda negeri kita ini merupakan bencana internasional yang bermula naiknya harga minyak mentah dunia.

Sebagai warga demokrasi tentu kita boleh menolak dan mendukung program kenaikan BBM ini. Karena Negara Indonesia memiliki landasan pancasila yang menjunjung tinggi hak-hak dan kebebasan rakyatnya untuk memilih. Namun dalam hal ini sebaiknya kita harus melihat dulu apa sebenarnya pokok permasalahan keputusan pemerintah dengan masyarakat? Karena dua kubu inilah yang menjadikan problem ini semakin rumit dan bercabang-cabang. Dan sampai hari inipun salah satu diantara mereka masih mengedepankan tanduknya.

Pertama, kita harus melihat dari sisi pemerintah yang memutuskan naiknya harga BBM. Andai posisi kita saat ini adalah pemerintah (presiden), langkah apa yang akan kita ambil ketika tuntutan minyak dunia sudah hampir menembus $125 / barel? Apakah kita harus tetap bertahan, sementara APBN menipis. Ini adalah suatu keputusan yang harus diambil cepat dan tepat oleh kepala negara, karena jika kita memikirkan itu terlalu lama, APBN juga akan semakin terkuras, maka nantinya akan berimbas inflasi yang sangat besar seperti yang terjadi pada tahun 1998 dulu.

Kemudian apakah ada inisiatif lain yang ditawarkan oleh Wakil-wakil rakyat? Hal inipun belum sampai terdengar informasinya ke telinga kita, atau mereka yang duduk di bangku pemerintahan yang konon sebagai wakil rakyat itu buta dengan ide-ide, atau asik menikmati suasana baru gedung megah yang belum lama ini direnovasi. Saya juga tidak mengerti apa pekerjaan mereka di sana.

Saya mengakui bahwa tantangan pemerintah saat ini sangat ketat sekali, apalagi pak SBY sebagai orang nomor satu di negeri ini. Jika boleh dibayangkan, gaji yang besar itu tidak mungkin membuat pak SBY hidup tenang seperti kita yang hanya memikirkan seputar jalan macet dan makan pagi. Ia setiap hari disamping memperbaiki kualitas pendidikan, pembangunan sarana-prasarana pasca bencana, ia juga dituntut harus mengendalikan laju krisis pangan yang menjadi ancaman global saat ini. Hal ini dibuktikan oleh wawancara Ibu Negara Ani Yudoyono yang saya kutif dalam sebuah media nasional beberapa hari yang lalu, “Kami cukup prihatin dengan keputusan ini. Tetapi, saya tahu bahwa pemeritah sudah berusaha untuk berbuat yang terbaik untuk rakyatnya. Tidak benar kalau pemerintah mau menyusahkan rakyatnya, tidak ada satupun pemerintah mulai dari presiden pertama sampai sekarang yang ingin menzalimi rakyatnya. andaikata kenaikan BBM, apa nanti keuntungannya untuk kita pribadi, tidak ada.”

Kedua, kita melihat dari sisi rakyat miskin. Andai posisi kita saat ini adalah rakyat miskin, maka kitalah yang menjadi korban utama dari kenaikan BBM ini. Tentunya ketika sebelum dinaikkan BBM daya beli bisa mencapai 100%, maka untuk saat ini akan menurun menjadi 80% karena melambungnya harga-harga, namun ketika diturunkan program BLT bagi masyarakat miskin, maka tentunya akan membantu untuk mencapai kembali daya beli mereka menjadi sedia kala. Hal ini menurut saya merupakan open close game yang sangat bagus oleh pemerintah, karena dengan adanya BLT berarti mengembalikan daya beli masyarakat menjadi sedia kala ketika BBM itu dinaikkan. Cobalah kita berhitung!

Sementara ocehan-ocehan dari para elit politik yang mengatakan bahwa BLT menjadikan rakyat sebagai pengemis atau peminta-minta, hal itu saya rasa tidak perlu di dengar, karena saat ini kita tidak butuh wejangan-wejangan yang basi yang tidak membangun, yang kita butuhkan saat ini adalah solusi tepat, cepat dan membangun. Sekarang bukan zamannya untuk saling caci-mencaci, tetapi bagaimana agar negara kita ini menjadi baldatun toyyibatun wa robbun ghofur.

Saya sebagai mahasiswa sangat mendukung sekali langkah-langkah pemerintah untuk menaikkan BBM, selama itu menjadi keputusan yang terbaik, hanya saja saya masih meragukan proses pembagian BLT, karena saya takut hal ini akan menjadi ladang baru bagi tikus-tikus berdasi untuk melakukan aksinya di ruang gelap.

No comments: